pada tanggal
Pengembangan Diri
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sebagai orang
Palu, pastinya masih teringat jelas kejadian maha dahsyat yang menimpa kota
Palu dan Donggala hari Jumat, 28 September 2018 yang lalu. Gempa bumi dengan
kekuatan 7,4 skala richter (SR) serta disusul gelombang tsunami. Dua musibah
ini memberikan dampak lanjutan yaitu terjadinya likuifaksi.
Suasana pasca gempa dan tsunami Palu tahun 2018 di sekitar pantai Talise
Sehari pasca
kejadian, kota Palu berubah menjadi kota ‘mati’. Area likuifaksi menjadi tanah
berlumpur. Bangunan bergeser hingga ratusan meter. Jalan rusak dan patah.
Reruntuhan bangunan berserakan. Tak ada listrik yang mengalir. Korban jiwa
terus bertambah dalam kondisi mengenaskan. Ratapan dan kesedihan menghantui
sepanjang hari di jalan, di rumah pengungsian dan posko terdekat.
Jembatan
Ponulele berwarna kuning sebagai ikon kota Palu juga runtuh. Jembatan ini penuh
kenangan, bukan hanya buat saya tetapi hampir semua warga palu karena lokasinya
berada di tepi Pantai talise. Biasanya setiap sore menjelang malam, di area
sekitar jembatan banyak warung makan yang menjual makanan khas kota Palu
seperti pisang epe dan sarabba. Tetapi kala itu, semuanya tersapu oleh
gelombang dahsyat tsunami.
Gelombang
pengungsian bagi yang selamat mulai menyusun rencana untuk bertahan. Bagi yang
memiliki kendaraan langsung mengajak keluarga yang selamat untuk keluar dari
kota Palu ke lokasi lebih aman. Sedangkan warga lain, tetap tinggal dan
berkumpul di sekitar posko pengungsian. Berharap bantuan segera datang.
Warga yang
tinggal di perbukitan juga melakukan hal sama. Kala itu, daerah Layana Indah
sendiri terdapat sekitar 4.500 warga mengungsi. Sekitar 50 lebih warga Layana
Indah meninggal dan menjadi korban tsunami dan gempa bumi. Rata-rata korban
yang meninggal adalah mereka yang tinggal di sekitar Pantai.
Di Tengah
hiruk pikuk tanpa harapan, posko pengungsian menjadi area teraman kala itu.
Dari posko pengungsian semua orang bahu-membahu saling menguatkan untuk
melewati musibah ini. Begitupun yang terjadi di Posko Layana Indah dimana Agus
sebagai penggerak Kampung Berseri Astra ditunjuk sebagai Koordinator Divisi
Logistik. Tujuannya jelas untuk mengatur segala kebutuhan harian para warga
yang mengungsi agar tetap terpenuhi pasca gempa dan tsunami.
Seiring
berjalannya waktu, bantuan demi bantuan berdatangan meskipun jalur komunikas
belum pulih. Para relawan menyisir lokasi-lokasi posko pengungsian. Bantuan
dari pihak Astra pun datang berupa satu ton beras untuk warga kampung Layana
Indah. Bukan Cuma itu saja, ada juga bantuan berupa susu untuk balita yang
memang awalnya diperuntukkan untuk program KBA bidang kesehatan.
Kesibukan Agus di posko bencana untuk membantu para pengungsi membuatnya tidak sempat mengurus ladang cabai yang sudah ditanam dan menunggu jadwal panen. Banyak sekali pohon cabai layu karena kekurangan air. Kala itu, air yang biasanya digunakan untuk menyiram cabai dialihkan untuk kebutuhan posko. Karena bagi Agus, urusan kemanusiaan dan kepentingan posko bencana jauh lebih utama dibandingkan ladang cabai tersebut.
Seiring
berjalannya waktu, perlahan warga mulai mencoba untuk bangkit. Beberapa warga
sudah bertahap kembali ke rumah yang bangunannya masih bisa ditempati. Rumah
baca Khofifah Azzahra yang berlokasi di KBA Layana Indah juga mulai difungsikan
kembali sebagai lokasi kreativitas anak.
Di rumah baca
Khofifah Azzahra, anak-anak bisa melakukan aktivitas membaca buku hingga
bermain musik. Tujuannya agar mereka tidak bosan selama berada di posko
pengungsian. Bukan hanya itu saja, rumah baca ini digunakan sebagai lokasi
pemulihan trauma pasca bencana.
Bukan hanya di
bidang pendidikan, Agus dan tim secara perlahan mulai bangkit untuk kembali
menanam bibit pohon cabai. Mereka tidak ingin meratapi pohon cabai yang layu
kala gempa dan tsunami. Mereka fokus untuk melihat kondisi dan kendala.
Kondisi area
penanaman tidak mengalami dampak signifikan pasca bencana hanya saja kendala
utamanya adalah pasokan air. Pasca bencana semua pasokan air berasal dari
kelurahan dan itu ditujukan untuk para pengungsi. Kendala pasokan air tersebut
membuat Agus berinisiatif untuk langsung berkoordinasi dengan pihak Astra.
Agus tokoh penggerak KBA Layana Indah
Tak butuh
waktu lama, pihak Astra langsung merealisasikan Solusi permasalahan air berupa
pembuatan sumur bor. Air yang berasal dari sumur bor ini layaknya oase di
padang pasir. Semangat bangkit daari Agus dan tim kembali bergejolak untuk
menghidupkan ladang cabai yang sempat ditinggalkan.
Pemberian bantuan sumur bor dari Astra ini benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Agus dan tim dengan tujuan menciptakan kampung mandiri KBA Layana Indah. Bukan hanya untuk tujuan ladang cabai tetapi lebih dari itu. Bagi Agus, bencana memang memberikan kita Pelajaran agar bisa bangkit dari keterpurukan.
Bantuan sumur
bor dari ASTRA sebagai sumber air mandiri membuat pohon-pohon cabai berbuah
segar. Urusan kekeringan sudah bukan hambatan. Bahkan seiring berjalannya
waktu, panen cabai sudah di depan mata. Karena memang cabai bisa berkali-kali
berbuah dalam kurun waktu 2,5-3 bulan.
Bukan hanya
mengandalkan tanam cabai saja, tetapi juga sudah mulai menerapkan sistem
manajemen pertanian. Langkah awal dengan terbentuknya satu gabungan kelompok
tani (gapoktan) di KBA Layana Indah.
Gapoktan ini berupaya untuk memberikan nilai tambah dari cabai yang dihasilkan. Hasil panen cabai tidak semuanya dijual dalam bentuk cabai utuh. Sebagian lagi diolah menjadi saus cabai. Saus cabai ini dikemas menggunakan botol kemudian dipasarkan kembali dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan jika menjual cabai segar.
Selain melakukan inovasi pembuatan saus cabai, ternyata juga dibuat dalam bentuk bubuk. Sehingga keragaman produk hasil panen cabai bertambah. Pastinya, semua proses pembuatan baik saus cabai ataupun serbuk cabai semua dikelola di rumah warga yang berada di KBA Layana Indah dengan kontrol kualitas dan pengawasan yang ketat. Tujuannya agar produk yang dihasilkan terjaga kualitasnya.
Tahun 2020,
semangat KBA Layana Indah untuk menjadi kampung mandiri terus menggeliat.
Berbagai ide mulai bermunculan. Salah satu ide menarik adalah pemanfaatan
lokasi ladang cabai menjadi area eduwisata.
Pemilihan
konsep eduwisata bukan hanya mempertimbangkan asas manfaat untuk masyarakat
yang ada di KBA Layana Indah tetapi juga keberlangsungan ladang cabai. Melalui
eduwisata, setiap pengunjung yang hadir akan mendapatkan edukasi terkait
penanaman cabai hingga proses pengolahan menjadi saus dan serbuk.
Melalui konsep
ini, setiap pengunjung pasca berlibur ke KBA Layana Indah pulang membawa
pengetahuan yang bisa diterapkan di rumah masing-masing. Sehingga keberlanjutan
penanaman cabai bisa tetap lestari di masyarakat.
Selain konsep
eduwisata, kemandirian dan kewirausahaan KBA Layana Indah terus diasah melalui
usaha peternakan kambing karena sangat cocok dengan kondisi alam dan lokasi KBA
Layana Indah.
Ternak kambing
Dari kondisi
alam, para warga tidak perlu lagi bingung akan pakan ternak karena tersedia
secara gratis di sekitar lokasi berupa rumput gajah dan daun kelor yang tumbuh
dengan baik di pekarangan warga.
Sedangkan dari
segi lokasi, karena KBA Layana Indah berada di atas bukit dan cukup jauh dari
jalur utama sehingga tingkat kebisingan rendah dan mendukung kondisi ideal
ternak kambing.
Melalui
peternakan kambing ini, kemandirian KBA Layana Indah semakin tumbuh. Awalnya
hanya terdapat 5 ekor dan berkembang menjadi 24 ekor kambing. Tidak hanya
sampai disitu saja, KBA Layana Indah juga peduli akan keberlangsungan
lingkungan dengan memanfaatkan kotoran ternak menjadi pupuk kandang yang
ujung-ujungnya digunakan untuk menyuburkan tanaman di sekitar lokasi.
Semangat
bangkit dari Agus dan KBA Layana Indah menjadi salah satu contoh bahwa setiap
usaha dan pengorbanan pastinya bakal memberikan dampak. Tinggal bagaimana kita
mendukung agar keberlangsungan lingkungan juga bisa terjaga seperti yang KBA
Layana Indah lakukan. Hasil cabai dan ternak dinikmati dan kotoran ternak
dikembalikan ke alam untuk menjaga kesuburan alam.
Komentar
Posting Komentar