Memupuk Asa Sang Penjaga Ekosistem Mangrove

Adakah yang lebih menyedihkan saat melihat dampak dari perubahan iklim terpampang langsung di depan mata? Tanah pesisir mengering, suhu terik menyengat, penyusutan lebar pantai karena abrasi hingga posisi rumah lebih rendah dibandingkan ketinggian air pasang. Inilah dampak nyata dari perubahan iklim.

dampak perubahan iklim
Tanah retak karena kekeringan di area sekitar pesisir pantai (sumber: dokumen pribadi)
Mungkin bagi sebagian orang, terutama yang bekerja di kantor dengan ruangan dingin ber-AC dampak perubahan iklim ini tidak terasa signifikan. Paling hanya berkata, ‘hari ini cuaca panas banget’. Tetapi bagi masyarakat pesisir, dampak perubahan iklim seperti pemanasan global benar-benar terasa.

Jika dahulu, rumah di sekitar pantai belum terkena air pasang tetapi sekarang pasang surut air sudah menggenangi rumah. Bahkan, Radio Republik Indonesia merilis berita daerah yang berjudul Abrasi Pantai Terjang Tiga Rumah di Pasia Nan Tigo Kota Padang tertanggal 16 Oktober 2024 yang lalu.

Berita dan fakta seperti ini, bukanlah angin lalu saja. Bukan pula hanya sekadar headline yang informasinya kalah dengan berita viral di media sosial tetapi itu adalah teguran, bahwa perubahan iklim itu nyata adanya.

Salah satu yang menyebabkan abrasi sedemikian parah adalah rusaknya hutan mangrove di kawasan pesisir. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa dalam 3 tahun terakhir sekitar 50% wilayah hutan mangrove di Indonesia mengalami kerusakan. Di tahun 2021, luas hutan mangrove yang rusak sebesar 1,8 juta hektar dari total 3,36 juta hektar. Angka ini, terus berubah, layaknya roller-coaster dari tahun ke tahun. Terkadang bertambah dan terkadang pula berkurang.

Padahal jika dipahami dengan baik akan manfaat dari keberadaan hutan mangrove sebagai perlindungan pertama dari bencana alam seperti badai, tsunami dan banjir serta mengurangi dampak abrasi maka saya sih yakin semua pihak pasti akan bekerjasama dalam menjaga dan melakukan konservasi mangrove.

Lingkungan Hidup adalah Tanggung Jawab Bersama

Banyak yang tidak mengetahui bahwa keberadaan mangrove akan membantu menjaga keberlangsungan lingkungan hidup. Salah satu kemampuan yang dimiliki oleh mangrove dalam mengurangi dampak perubahan iklim adalah sebagai media penyimpanan karbon.

Sekadar informasi bahwa setiap satu pohon mangrove bisa menyerap dan menyimpan karbon dioksida (CO2) empat kali lebih banyak dibandingkan tanaman yang ada di hutan tropis. Seperti yang diketahui bahwa dengan mengurangi jumlah CO2 yang lepas ke atmosfer akan membantu dalam mengurangi gas rumah kaca sebagai salah satu penyebab pemanasan global.

Pemerintah pun tidak tinggal diam dalam memitigasi dampak perubahan iklim. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia membangun tata kelola ekosistem mangrove melalui program Roadmap Rehabilitasi Mangrove Nasional Tahun 2021-2030 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Peraturan ini digunakan sebagai kepastian hukum pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove, baik bagi pemerintah maupun masyarakat.

Seperti yang disampaikan oleh Menteri Siti saat melakukan penanaman mangrove serentak sebanyak 25.000 pohon di 25 lokasi seluruh Indonesia sebagai salah satu komitmen Indonesia kepada dunia dalam penurunan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lainnya melalui Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.

Indonesia's FOLU

Selain pemerintah sebagai pemegang payung hukum rehabilitasi mangrove nasional, pada tingkat perusahaan juga sudah mulai bermunculan gerakan konservasi mangrove seperti yang dilakukan oleh Lexus Astra sebagai bagian dari PT Astra International Tbk.

Lexus Astra melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) telah melakukan penanaman 500 bibit mangrove di kawasan Hutan Mangrove Ambulu, Kabupaten Cirebon bulan Oktober 2024 yang lalu. Menariknya, program ini ternyata merupakan salah satu komitmen PT Astra International Tbk yaitu Astra 2030 Sustainability Aspirations.

Astra 2030 Sustainability Aspirations merupakan salah satu program yang mendukung keberlanjutan lingkungan hidup dengan menargetkan penanaman 3 juta pohon hingga tahun 2030”.

Sebenarnya, hampir disetiap kegiatan CSR PT Astra International Tbk selalu berpegang teguh atas empat pilar yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan.

Nah, terkait penanaman mangrove, ini merupakan kegiatan yang berfokus pada aspek lingkungan dan kewirausahaan masyarakat di sekitar area penanaman sekaligus gerakan dalam menangani perubahan iklim.

Langkah Kecil Berdampak Besar

Kesadaran akan dampak perubahan iklim di kawasan pesisir juga mulia bermunculan. Seperti yang dilakukan oleh David Hidayat selaku aktivis lingkungan dengan fokus terhadap masalah konservasi ekosistem laut dan mangrove.

David Hidayat
David Hidayat (sumber; dokumentasi David Hidayat)

Semua berawal dari kerusakan lingkungan yang terjadi di Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kala itu, nelayan sungai Pinang banyak menggunakan media tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan sehingga merusak ekosistem laut.

Selain itu juga, hutan mangrove yang sudah ada ditebang dan digunakan untuk pembuatan pondok atau rumah dari kayu mangrove. Aktivitas seperti ini memberikan dampak negatif yang luar biasa terhadap lingkungan.

Nelayan sudah kesulitan mencari ikan tangkapan karena ekosistem terumbu karangnya rusak serta terjadi abrasi di beberapa lokasi pesisir pantai sungai Pinang.

Tidak tinggal diam, David Hidayat bersama komunitas yang dibentuk bernama ANDESPIN (Anak Desa Sungai Pinang) mulai melakukan konservasi lingkungan. Langkah awal dengan edukasi ke masyarakat sekitar tentang bahaya penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan serta dampak dari penebangan hutan mangrove. Dari sini, nelayan sungai Pinang sudah merasa peduli dan aware akan dampaknya.

Bukan hanya memberikan edukasi, tim ANDESPIN juga mulai melakukan konservasi lingkungan seperti penanaman terumbu karang, penanaman mangrove, penangkaran penyu hingga budidaya rumput laut.

Langkah kecil ini ternyata memberikan hasil dan dampak luar biasa bagi masyarakat sungai Pinang. Para nelayan sudah mulai merasakan hasilnya, tangkapan ikan meningkat karena terumbu karang sebagai rumah ikan mulai tumbuh.

Begitupun dengan hutan mangrove yang mulai menghijau. Melalui pendekatan terhadap masyarakat, hutan mangrove sungai Pinang kini bisa dijadikan sebagai lokasi konservasi. Beberapa area dari total 5 hektar juga dijadikan sebagai lokasi pembibitan.

Pengumpulan buah mangrove
Mengumpul buah tanaman Mangrove (sumber: dokumen David Hidayat)

Makanya tidak heran, jika berkunjung pada pagi hari di sekitar area konservasi maka ditemui beberapa pemuda mengumpulkan buah tanaman mangrove untuk dijadikan bibit nantinya. Bibit ini kemudian digunakan untuk menghijaukan kawasan pantai Manjuto dan pantai lainnya.

Menurut David, “hampir 90 persen bibit yang ditanam berhasil tumbuh. Sedangkan bibit mati akan digantikan dengan bibit baru saat program monitoring pertumbuhan mangrove”.

Ada hal paling menyenangkan dari program konservasi mangrove ini ujar David yaitu kala ombak pasang mulai tertahan dimana sebelumnya setiap air pasang, maka air laut akan mencapai jalan yang jaraknya sekitar 30 meter dari bibir pantai. Tetapi sekarang sudah tidak lagi. Belum lagi ditambah dengan hadirnya kepiting bakau dan beberapa jenis burung yang memberikan kehidupan baru bagi keberlangsungan ekosistem mangrove itu sendiri.

Apa yang David dan ANDESPIN lakukan sejak tahun 2014 untuk keberlanjutan ekosistem laut dan mangrove membuat David mendapatkan penghargaan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards kategori lingkungan tahun 2022.

Bagi David, penghargaan ini hanyalah bonus atas apa yang ANDESPIN lakukan. Paling penting adalah semangat untuk menjaga kelestarian lingkungan terus membara. Makanya tidak heran jika banyak stakeholders dan komunitas mulai terlibat dalam penanaman mangrove. Bukan hanya di Sungai Pinang tetapi di desa-desa terdekat juga.

Memupuk Asa Untuk Keberlangsungan Ekosistem Mangrove

Semangat yang dimiliki oleh David juga menjadi penggerak diri saya untuk aktif dan berkontribusi dalam menjaga lingkungan termasuk pelestarian ekosistem hutan mangrove.

Meskipun telat, tetapi bukan berarti hanya tinggal diam. Melalui program Ecoweek, saya ikut andil menjaga pesisir pantai utara dari ancaman abrasi yang terus-menerus menghantui.

Di Ecoweek, mangrove planting menjadi salah satu aktivitas yang dilakukan. Menariknya lagi, area yang sudah dilakukan penanaman kini menjadi hutan mangrove yang lebat.

Mangrove Planting
Mangrove Planting(sumber: dokumen pribadi)
Tampak dengan nyata di sekitar ekosistem mangrove, kepiting bakau dan burung berkeliaran. Hal ini dikarenakan sejatinya kehadiran hutan mangrove menyediakan habitat bagi berbagai spesies laut untuk menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus mengurangi emisi karbon sebagai penyebab perubahan iklim.

Sama seperti David, saya pun berharap setiap langkah sederhana yang kita lakukan untuk keberlanjutan lingkungan sudah sepantasnya menjadi gaya hidup bukan lagi hanya sekadar kampanye belaka. Karena perubahan iklim itu nyata dan kita semua lah yang bisa menyelamatkan bumi. Percaya deh.

Komentar