Sungguh miris nasib para nelayan ketika musim hujan tiba, cuaca buruk dan tidak menentu serta angin muson barat bertiup kencang, mereka hanya bisa gigit jari. Laut sebagai sumber penghasilan mereka, tidak bisa dikunjungi. Berbagai berita terkait cuaca buruk seakan-akan berlomba menempati posisi pertama pencarian Google. Tak ketinggalan dari media Kompas TV yang mengabarkan bahwa ‘Nasib Nelayan di Karawang dan Indramayu saat Cuaca Buruk dan Tak Bisa Melaut’ tertanggal 28 Oktober 2024 yang lalu. Narasi alih profesi nelayan yang sudah terbiasa melaut berubah menjadi penjahit jaring ikan agar bisa tetap memenuhi kebutuhan keluarga muncul di permukaan.
Fakta ini seolah mengungkap tabir yang sudah menjadi rahasia umum bahwa profesi nelayan belum sepenuhnya menjanjikan kesejahteraan. Apalagi jika dilihat pendapatan rata-rata nelayan sangat fluktuatif. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa tahun 2021, pendapatan rata-rata nelayan per bulan sebesar Rp 2.5 juta. Pada tahun 2022, angka ini meningkat menjadi sekitar Rp 2.7 juta, dan pada tahun 2023, pendapatan rata-rata mencapai Rp 2.9 juta.
Sebenarnya dari segi pengetahuan dan keterampilan nelayan Indonesia tidak diragukan lagi. Bahkan seorang profesor dan direktur program studi Asia Tenggara di Ohio University bernama Gene Ammarell tahun 1999 menuliskan sebuah buku berjudul ‘Bugis Navigation’. Buku ini merupakan studi etnografi yang mendalam tentang pengetahuan dan praktik navigasi tradisional masyarakat Bugis di pulau Balobaloang yang terletak di laut Flores. Dalam buku ini mengungkap bagaimana pelaut Bugis menggunakan pengetahuan turun-temurun tentang angin, benda langit, arus laut dan tanda-tanda alam lainnya untuk bernavigasi tanpa teknologi modern. Sekali lagi, tanpa teknologi modern. Makanya tidak heran, jika nenek moyang kita adalah seorang nelayan tangguh.
Dari Navigasi Konvensional ke Teknologi Modern
Kebenaran
dalam buku ‘Bugis Navigation’ terkait pengetahuan akan tanda-tanda alam
yang digunakan oleh nelayan dalam menentukan arah juga digunakan oleh nelayan
lainnya. Salah satu yang paling sederhana adalah pemanfaatan rasi bintang
sebagai penunjuk arah mata angin.
Saya
sendiri yang lahir dan besar dari keluarga nelayan memang diajarkan cara
membaca rasi bintang sebagai pedoman untuk balik ke rumah.
Contohnya
kehadiran rasi bintang pari dengan bentuk menyerupai layang-layang yang
menunjukkan arah selatan. Begitupun dengan rasi bintang Ursa Minor yang
berbentuk sendok sayur dan menunjukkan arah utara. Kehadiran rasi ini lah
kemudian dimanfaatkan sebagai penunjuk arah balik ke daratan.
Masalah
utama yang muncul adalah kala di tengah laut dengan cuaca tidak menentu dan
langit mendung sehingga sistem navigasi menggunakan rasi ini tidak bisa
dilakukan. Mau tidak mau, biasanya para nelayan akan mengandalkan arah angin
dan arus laut serta mencari daratan terdekat terlebih dahulu sebagai penunjuk
arah kembali.
Seiring dengan perkembangan teknologi, akhirnya urusan navigasi terkait cuaca sudah perlahan-lahan teratasi. Salah satunya melalui teknologi IoT (Internet of Things) yang kemudian dimanfaatkan dalam bentuk aplikasi bernama FishGO. Aplikasi ini merupakan hasil temuan I Gede Merta Yoga Pratama yang akrab dipanggil Yoga untuk membantu para nelayan tradisional di kampungnya, Badung-Bali.
Navigasi untuk Efisiensi Nelayan
Tidak
bisa dipungkiri bahwa urusan cuaca buruk pastinya semua berdampak, apalagi bagi
nelayan yang penghasilannya bergantung terhadap hasil laut. Dahulu, jika cuaca
buruk sering banget terjadi kerugian berkali-kali lipat, perahu tenggelam
diterjang ombak, bahan bakar habis percuma hingga bisa terdampar berhari-hari
di lokasi yang tidak menentu.
Tetapi
kini, sejak hadirnya aplikasi FishGO maka nelayan akan diberikan informasi
terkait cuaca pada hari itu juga dengan detail yang ditampilkan seperti suhu
lingkungan, kondisi langit (berkabut, cerah atau hujan), potensi hujan, tekanan
udara, kelembapan, hingga waktu matahari terbit dan terbenam.
Melalui
aplikasi ini, nelayan bisa memutuskan apakah berangkat melaut atau tidak
sehingga lebih aman dan efisien pastinya.
Kebayang nggak, jika pada saat berangkat terlihat cerah, tetapi di tengah perjalanan hujan badai. Ujung-ujungnya nelayan yang akan dirugikan. Bahan bakar terbuang percuma, terombang-ambing di lautan dan kesulitan mendapatkan hasil laut di tengah badai. Ini lah poin penting dari penerapan navigasi berbasi IoT, keamanan dan efisiensi.
FishGO: Bukan Hanya Aplikasi Navigasi
Awal
pengembangan FishGO oleh Yoga dan 9 orang rekan yang terbentuk dalam satu tim
didasari karena keprihatinan terhadap nelayan yang ada di Badung, Bali. Banyak
diantara mereka setiap balik dari melaut, hanya menghabiskan bahan bakar saja.
Para nelayan seringnya berputar-putar untuk mencari ikan tetapi tetap saja
hasilnya belum memuaskan.
Dengan
mengadopsi sistem pada games online Pokemon Go yang sempat booming tahun 2016
di Indonesia dimana para pemain akan mencari beberapa karakter pokemon di dunia
nyata. Cara kerja seperti ini, juga dimanfaatkan dalam aplikasi FishGO yang
pertama kali dikembangkan tahun 2017.
Jika
Pokemon Go mencari karakter Pokemon di dunia nyata menggunakan smartphone maka
FishGO adalah menentukan lokasi kerumunan ikan di laut agar para nelayan tidak
perlu lagi muter-muter mencari kawanan ikan untuk ditangkap.
“Kehadiran
FishGO membuat paradigma cara kerja nelayan berubah. Melalui fitur yang
disediakan, nelayan bukan lagi mencari posisi ikan tetapi ‘langsung menangkap
ikan’ di lokasi biomassa ikan sehingga menghemat bahan bakar dan meningkatkan
hasil tangkapan nelayan”.
Secara
sederhana, penggunaan IoT dalam menentukan biomassa ikan berdasarkan penggunaan
alat yang bernama Patriot (NBM-20). Alat ini berbasis teknologi sonar
yang bekerja pada kedalaman 40 meter dan range area deteksi 300
meter.
Setiap
satu unit Patriot (NBM-20) dilengkapi dengan 1 set sensor, arm dan receiver.
Sensor ini berfungsi untuk menangkap setiap pergerakan biomassa ikan sesuai
dengan kedalam dan range ‘posisi’ ikan tersebut. Kemudian data dari
sensor akan diterima oleh receiver dan mengirimkan ‘sinyal data’ ke
aplikasi FishGO pada fitur FishFinder secara real time.
Titik biomassa ini lah yang kemudian digunakan oleh nelayan untuk langsung menangkap ikan, tanpa perlu buang bahan bakar untuk muter-muter mencari posisi ikan, langsung to the point ke lokasi biomassa ikan.
Keberlanjutan Nelayan dengan Peningkatan Hasil Laut
Berbicara
terkait keberlanjutan nelayan pastinya selalu melihat dari banyak sisi. Bukan
hanya dari segi keamanan dalam menjalankan profesi sebagai nelayan tetapi juga
terkait kesejahteraan dari nelayan itu sendiri.
Menurut
Yoga bahwa “nelayan pengguna FishGO benar-benar mendapatkan manfaatnya dari
segi efektivitas waktu dan juga hasil tangkapan. Jika dahulu banyak nelayan
yang muter-muter, sekarang jauh lebih efisien. Begitupun dari segi tangkapan
dimana sebelumnya hasil tangkapan per hari sekitar 40-60 kilogram, saat
menggunakan aplikasi FishGO meningkat hingga rata-rata 100 kilogram per hari”.
Dari segi
nelayan pengguna aplikasi FishGO juga benar-benar mendapatkan manfaatnya.
Seperti yang disampaikan oleh Made Gita Adnyana, nelayan dari Pantai
Kedonganan.
“Untuk
berangkat melaut dan tiba ke area penangkapan biomassa ikan hanya membutuhkan
waktu 2 jam. Jika berangkat pukul 4 sore, maka pukul 6 sore sudah tiba di
lokasi penangkapan. Pukul 11 malam, kapal sudah berisi ikan hasil tangkapan dan
segera balik kembali ke Pantai”.
Keberhasilan
FishGO membuat Yoga mendapatkan apresiasi dari Semangat Astra Terpadu Untuk
(SATU) Indonesia Awards kategori bidang teknologi tahun 2020. Aplikasi
berbasis android ini sudah mengangkat taraf hidup nelayan tradisional menjadi
nelayan ‘berdasi’ dan berharap indeks kesejahteraan nelayan juga terus
meningkat.
Tidak
hanya berhenti pada aplikasi FishGO saja, Yoga juga mengembangkan “Jukbe”
sebagai media pemasaran hasil tangkapan nelayan tradisional berupa ikan tuna,
udang, cumi-cumi, jangki, kenyar, kerapu dan jenis ikan lainnya.
Setiap
hasil nelayan yang dipasarkan menggunakan “Jukbe” dijamin kesegaran dan
kemasannya. Selain itu, “Jukbe” sangat mendukung konsep keberlanjutan karena
ikan yang dijual menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.
Bagi
Yoga, setiap hal yang dikerjakan berharap memberikan manfaat terbaik buat para
nelayan tradisional. Bukan hanya untuk diri dan keluarga nelayan tetapi juga
untuk lingkungan tempat mereka mengais rezeki. Pastinya, ketangguhan nelayan
Indonesia tetap menggaung sepanjang masa layaknya lirik lagu berjudul ‘Nenek
Moyangku’, ciptaan Ibu Sud.
Nenek
moyangku seorang pelaut
Gemar
mengarung luas Samudra
Menerjang
ombak, tiada takut
Menempuh
badai, sudah biasa
Hadirnya
FishGO menambah semangat dan ketangguhan nelayan mengarungi samudera.
Mempersingkat waktu pencarian dan pastinya meningkatkan hasil ikan tangkapan.
Nelayan sejahtera maka kedaulatan negara sebagai negara maritim juga terjaga.
Percaya deh.
Komentar
Posting Komentar