Lembah Hijau Rumbia: Dari Tanah Gersang Hingga jadi Desa Wisata yang Asri

 

Pagi yang cerah, setelah 15 menit berlalu melintasi sungai yang kiri-kanannya ditumbuhi pohon nipa, akhirnya tiba juga di dermaga tujuan. Bukit-bukit karst menjulang tinggi. Beberapa area bukit tampak menghijau. Di sekitar jalanan kayu yang dibuat oleh warga tampak danau dengan air jernih, bahkan refleksi rumah panggung terlihat dari kejauhan di atas danau ini. Sesekali saya bersyukur, ternyata ada alam seindah ini dekat dengan Bandara Sultan Hasanuddin, di Maros-Makassar.

Rammang-rammang

Sebagai pecinta wisata alam, mengunjungi Rammang-Rammang memang menjadi salah satu bucket list ketika berada di Makassar. Alam asri, batuan karst menjulang dan nuansa pedesaan dengan cara hidup masyarakat sekitar Maros bisa menjadi daya tarik tersendiri. Belum lagi jejak artefak zaman pra-sejarah serta goa berlian sebagai pelengkap aktivitas di lokasi ini. Padahal sebelum ditemukan, dulunya Rammang-Rammang hanyalah tumpukan bukit karst bekas galian semen. Tetapi kini semua berubah, melalui pembenahan sana-sini, akhirnya Rammang-Rammang menjadi salah satu Geopark warisan dunia dari UNESCO.

Selain Rammang-Rammang, jika berkunjung ke Makassar bisa juga loh mampir ke Lembah Hijau Rumbia yang ada di Jeneponto. Hanya berjarak 114 km dari Rammang-Rammang dengan waktu tempuh sekitar 3.5 jam.

Daya Tarik Lembah Hijau Rumbia

Berada di ketinggian 1000 mdpl, nuansa sejuk dan dingin bisa dinikmati kala berkunjung ke Lembah Hijau Rumbia yang lokasinya berada di bagian utara kabupaten Jeneponto desa Tompobulu.

Menghadirkan konsep ‘Back to Nature’ membuat Lembah Hijau Rumbia selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat lokal terutama saat akhir pekan. Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan adalah menikmati nuansa khas pedesaan, bermain di taman nan hijau, camping, berenang di kolam dengan air jernih pegunungan hingga menikmati villa dan resort yang sudah disediakan.

Salah satu yang palin menarik perhatian adalah camp keluarga (camp family). Dengan fasilitas tenda untuk 2 orang lengkap dengan sarapan, camp family ini juga di setting dengan suasana alam. Saat membuka tenda camp, maka pemandangan sawah dan perbukitan nan menghijau bisa dinikmati. Makanya tidak heran, jika camp family ini selalu full booked jika dipesan dadakan.

Keasrian, keindahan dan konsep yang dimiliki oleh Lembah Hijau Rumbia ini ternyata memiliki sejarah panjang. Semua berawal dari seorang pemuda bernama Ridwan Nojeng. 

Dari Lahan Tandus Menjadi Lembah Asri

Tidak ada yang menduga bahwa Lembah Hijau Rumbia ini dulunya adalah lahan tandus dan kosong. Berawal tahun 2006 dimana Ridwan aktif sebagai aktivis lingkungan dan membentuk komunitas Lembah Hijau. Beberapa kegiatannya adalah penanaman pohon, pembibitan dan pembuatan pupuk organik.

Komunitas lembah hijau ini melibatkan 60 orang dan beberapa diantaranya berasal dari desa lain selain desa Tompobulu. Komunitas ini mulai aktif menanam pohon di sekitar bantaran sungai dan pinggir jalan. Selama 3 tahun, program penanaman seperti ini terus berlangsung dan mulai membuahkan hasil.

Lembah Hijau Rumbia

Dulunya kondisi debit air berkurang, tanah tandus tetapi setelah 3 tahun melakukan penanaman perlahan tapi pasti, desa Tompobulu sudah mulai menghijau. Bukan hanya fokus dalam menanam tapi juga mulai proses pembenihan sesuai dengan jenis tanaman yang disenangi warga agar setiap warga juga ikut serta dalam program penghijauan lingkungan ini. Beberapa  pembenihan pohon yang dilakukan adalah pohon suren, bambu dan beringin.

Konsep pembibitan dan penanaman ini lah menjadi langkah perubahan. Warga mulai merasakan manfaatnya. Jalan pedesaan semakin asri dan kesan tandus dan kering sudah menghilang.

Dari Lingkungan untuk Perekonomian Masyarakat

Keberhasilan penanaman dan penghijauan lembah hijau rumbia, tidak hanya berhenti disitu saja. Ridwan mulai memproduksi pupuk organik berbahan dasar kotoran sapi dan kuda. Para warga yang membutuhkan pupuk organik untuk dimanfaatkan sebagai media tanam bisa mendapatkan secara gratis dari Ridwan.

Semakin lama, Ridwan mulai memikirkan bagaimana agar pupuk organik ini bisa menjadi salah satu sumber penghasilan warga. Akhirnya Ridwan mulai melakukan pelatihan pembuatan pupuk organik.

Proses pelatihan ini pun juga tidak semulus membalikkan telapak tangan. Ada banyak pertentangan warga di dalamnya karena mereka ragu akan keberhasilan pupuk organik.

“bagaimana mungkin, kotoran sapi dan kuda bisa menjadi pupuk?” begitulah kiranya kekhawatiran petani yang ragu akan program ini.

Ridwan pun tak patah semangat, malah Ridwan berusaha mengajari anak-anak petani tersebut yang ragu karena bagi Ridwan mengajari pemuda dan remaja jauh lebih mudah dibandingkan mereka para orang tua yang sudah tertanam konsep pupuk ya harus dari pupuk pabrikan.

Ridwan Nojeng

Uji coba pun dilakukan dengan menggunakan pupuk organik di kebun. Beberapa tanaman diberikan pupuk organik dan tanaman lain tidak diberikan pupuk organik. Seiring berjalannya waktu, tanaman yang diberikan pupuk organik tumbuh subur. Dari sini lah, warga yang awalnya menentang berubah menjadi sadar akan manfaat dari pupuk organik ini.

Masyarakat pun mulai belajar membuat pupuk organik sendiri dan memperjualbelikan ke warga lain yang membutuhkan. Semangat seperti ini lah membuat kemandirian warga sekaligus meningkatkan taraf perekonomian dari hasil pupuik dan pertanian.

Keberhasilan Ridwan dalam menghijaukan dan menggerakkan masyarakat sehingga Lembah Hijau Rumbia dikenal oleh masyarakat luas baik dalam negeri maupun luar negeri mendapatkan penghargaan dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards kategori bidang lingkungan tahun 2016.

Saya selalu mengingat salah satu quotes menarik dari Ridwan Nojeng yaitu “Dalam kehidupan, yang abadi hanyalah karya. Jadi sebagai generasi bangsa, marilah kita terus berkarya”.

Sebagai traveler yang cinta lingkungan, semangat Ridwan patut untuk kita tiru. Jika tidak bisa berbuat lebih, maka minimal mulailah mencintai lingkungan dengan tidak buang sampah sembarangan, ikut program penanaman pohon dan kurangi aktivitas yang bisa menambah efek rumah kaca. Ridwan bisa, maka kita pun seharusnya juga bisa. Percaya deh.

Komentar